BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771–1858), yang
menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark,
Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King
(1786–1865) – dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei
1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang
berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan
menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman, juga
berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi
buatan Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer,
Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi
produksi yang mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone
mendirikan koperasi pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Koperasi Di Dunia
Gerakan Koperasi di dunia, di mulai pada pertengahan abad 18 dan awal
abad 19 di Inggris. Lembaga ini sering disebut dengan “KOPERASI PRAINDUSTRI”.
Dari sejarah perkembangannya, dimulai dari munculnya revolusi industri di
Inggris tahun 1770 yang menggantikan tenaga manusia dengan mesin-mesin industri
yang berdampak pada semakin besarnya pengangguran hingga revolusi Perancis
tahun 1789 yang awalnya ingin menumbangkan kekuasaan raja yang feodalistik,
ternyata memunculkan hegemoni baru oleh kaum kapitalis. Semboyan
Liberte-Egalite-Fraternite (kebebasan-persamaan-kebersamaan) yang semasa
revolusi didengung-dengungkan untuk mengobarkan semangat perjuang rakyat
berubah tanpa sedikitpun memberi dampak perubahan pada kondisi ekonomi rakyat.
Manfaat Liberte (kebebasan) hanya menjadi milik mereka yang memiliki kapital
untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Semangat Egalite dan Fraternite
(persamaan dan persaudaraan) hanya menjadi milik lapisan masyarakat dengan
strata sosial tinggi (pemilik modal kapitalis).
Penderitaan yang dialami oleh kaum
buruh di berbagai Negara di Eropa dialami pula oleh para
pendiri Koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris, pada tahun 1844. Pada mulanya
Koperasi Rochdale memang hanya bergerak dalam usaha kebutuhan
konsumsi. Dengan berpegang pada asas-asas Rochdale, para pelopor Koperasi Rochdale
mengembangkan toko kecilmereka itu menjadi usahayang mampu mendirikan pabrik,
menyediakan perumahan bagi para anggotanya, serta menyelenggarakan
pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota dan pengurus Koperasi.
Menyusul keberhasilan
Koperasi Rochdale, pada tahun 1852 telah berdiri sekitar 100 Koperasi Konsumsi di
Inggris.Sebagaimana Koperasi Rochdale, Koperasi-koperasi ini
pada umumnya didirikan olehpara konsumen. Dalam rangka lebih
memperkuat gerakan Koperasi pada tahun 1862,Koperasi-koperasikonsumsi
di Inggris menyatukan diri menjadi pusat Koperasi Pembelian
dengan nama The Cooperative Whole-sale Society, disingkat C. W. S. Pada
tahun 1945, C.W.S. telah memiliki sekitar 200 buah pabrik
dan tempat usaha dengan 9.000 pekerja, yang perputaran modalnya
mencapai 55.000.000 poundsterling. Sedangkan pada tahun 1950,
jumlah anggota Koperasi diseluruh wilayah Inggris telah berjumlah
lebih dari 11.000.000 orang dari sekitar 50.000.000 orang penduduk
Inggris.
Koperasi juga
berkembang di negara-negara lainnya. Pada masa Revolusi Perancis dan
perkembangan industry telah menimbulkan kemiskinan dan penderitaan bagi rakyat
Perancis. Berkat dorongan pelopor-pelopor merekaseperti Charles Forier, Louis
Blanc, serta Ferdinand Lasalle, yang menyadari perlunya perbaikan nasib rakyat,
para pengusaha kecil di Perancis berhasil membangun Koperasi-koperasi yang
bergerak dibidang produksi. Sehingga terdapat Gabungan Koperasi Konsumsi
Nasional Perancis (Federation Nationale Dess Cooperative
de Consommation), dengan jumlah Koperasi yang tergabung
sebanyak 476 buah. Jumlah anggotanya mencapai 3.460.000 orang, dan toko
yang dimiliki berjumlah 9.900 buah dengan perputaran modal
sebesar 3.600 milyar franc/tahun.
Di Jerman, berdiri
koperasi yang dipelopori oleh Herman Schultz-Delitsch (1808-1883), hakim
dan anggota parlemen pertama di Jerman yang berhasil mengembangkan konsep badi
prakarsa dan perkembangan bertahap dari koperasi-koperasi kredit perkotaan,
koperasi pengadaan sarana produksi bagi pengrajin, yang kemudian diterapkan
oleh pedagang kecil, dan kelompok lain-lain.
Pedoman kerja Koperasi
simpan-pinjam Schulze adalah :
1. Uang simpanan
sebagai modal kerja Koperasi dikumpulkan dari anggota
2. Wilayah
kerjanya didaerah perkotaan
3. Pengurus
Koperasi dipilih dan diberi upah atas pekerjaannya
4. Pinjaman
bersifat jangka pendek
5. Keuntungan yang
diperoleh dari bunga pinjaman dibagikan kepada anggota
Ada pula seorang
pelopor yang bernama Friedrich Wilhelm Raiffeissen (1818-1888) kepala desa
di Flemmerfeld, Weyerbush di Jerman. Raiffeissen menganjurkan agar para petani
menyatukan diri dalam perkumpulan simpan-pinjam yang membentuk
koperasi-koperasi kredit berdasarkan solidaritas dan tanggungan tidak terbatas
yang dipikul oleh para anggota perkumpulan koperasi tersebut, dan dibimbing berdasarkan
prinsip menolong diri sendiri, mengelola diri sendiri, dan mengawasi diri
sendiri.
SEJARAH
KOPERASI DI INDONESIA
Pada masa penjajahan di berlakukan “ culturstelsel” yang mengakibatkan
penderitaan bagi rakyat, terutama para petani dan golongan bawah. Peristiwa
tersebut menimbulkan gagasan dari seorang Patih Purwokerto: Raden Ario
Wiriaatmadja (1895) untuk membantu mengatasi kemelaratan rakyat. Kegiatannya
diawali dengan menolonag pegawai dan orang kecil dengan mendirikan : “ Hulpen
Spaaren Laudbouwcredeet”, didirikan juga rumah-rumah gadai, lumbang desa, dan
bank-bang desa.
Pada tahun 1908 lahir perkumpulan “Budi Utomo” didirikan oleh Raden
Soetomo yang dalam programnya memanfaatkan sektor perkoprasian untuk
menyejahterakan rakyat miskin, di mulai dengan koperasi industri kecil dan
kerajinan. Ketetapan kongres Budi Utomo di Yogyakarta adalah antara lain:
memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui pendidikan, serta
mewujudkan dan mengembangkan gerakan berkoprasi. Telah didirikan: “ Toko Adil “
sebagai langkah pertama pembentukan koperasi konsumsi.
Tahun 1915 lahir UU Koperasi yang pertama: “ verordening op de
Cooperative vereebiguijen” dengan Koninklijk Besluit 7 April 1912 stbl 431 yang
bunyinya sama dengan UU bagi rakyat Indonesia, anggaran dasar koperasi tersebut
harus dalam Bahasa Belanda udan dibuat di hadapan notaris.
Tahun-tahun selanjutnya diusahakan perkembangan koperasi oleh para pakar
dan politi nasional. Di zaman pendudukan jepang (1942-1945) usaha-usaha
koperasi di koordinasikan /di pusatkan dalam badan-badan koperasi
tersebut”kumiai” yang befungsi sebagai pengumpul barang-barang logistik untuk
kepentingan perang. Tujuan kumiai tersebut bertentangan dengan kepentingan
ekonomi masyarakat. Fungsi koperasi hamya sebagai alat untun mendistribusikan
bahan-bahan kebutuhan pokok untuk kepentingan perang jepang, bukan untuk
kepentingan rakyat Indinesia.
Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memiliki kebebasan
untuk menentukan pilihan kebijakan ekonominya. Tekad para pemimpin bangsa
Indonesia untuk mengubah perekonomian Indonesia yang liberal kapitalistik
menjadi tata perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945. Bangsa Indonesia bermaksud untuk menyusun suatu sistem perekonomian
usaha berdasarkan atas azas kekeluargaan. Bung Hatta menyatakan bangun usaha
bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dalam pasal 33 ayat I UUD 1945
adalah koperasi. Koperasi adalah bangun usaha yang sesuai dengan sistem
perekonomian yang akan dikembangkan di Indonesia.
Agar perkembangan koperasi benar-benar berjalan dengan semangat pasal 33
UUD 1945, maka pemerintah melakukan reorganisasi terhadap Jawatan Koperasi dan
perdagangan menjadi dua Jawatan terpisah. Jawatan Koperasi mengurus pembinaan
dan pengembangan koperasi secara intensif dengan menyusun program dan strategi
yang tepat. Perkembangan koperasi pada saat itu cukup pesat, karena didukung
penuh oleh masyarakat.
Usaha pengembangan koperasi mengalami pasang surut mengikuti perkembangan
politik. Kongres-kongres koperasi, munas-munas, dan lain-lain untuk
pengembangan koperasi terus berlanjut. Tahun 1958: UU No. 70/1958 telah lahir
UU tentang koperasi yang pada dasarnya berisi tentang tata-cara pembentukan dan
pengelolaan koperasi (seperti prinsip-prinsip Rochdale). Terbit
peraturan-peraturan pemerintah yang maksudnya mendorong pengembangan koperasi
dengan fasilitas-fasilitasnya yang menarik (PP dari mendibud) tahun 1959:
mewajibkan pelajar menabung dan berkoperasi. Perkembangan tersebut tidak
berlanjut, karena partai-partai politik ada yang memanfaatkan koperasi sebagai
alat politik untuk memperluas pengaruhnya. Sehingga merusak citra koperasi dan
hilang kepercayaan masyarakat terhadap koperasi sebagai organisasi ekonomi yang
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan mereka.
Untuk mengatasi situasi tersebut, pemerintah Orde Barumemberlakukan UU
No. 12/1967 untuk rehabilitasi koperasi. Koperasi mulai berkembang lagi, salah
satu programnya adalah pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) yang merupakan
penyatuan dari beberapa koperasi pertanian kecil dipedesaan dan diintegrasikan
dengan pembangunan di bidang-bidang lain. Perkembangan koperasi secara
kuantitas meningkat,tetapi secara kualitatif masih terdapat banyak kelemahan.
Salah satu kelemahan yang menonjol adalah tingginya tingkat ketergantungan
koperasi terhadap fasilitas dan campur tangan pemerintah. Untuk mengatasi
kelemahan tersebut UU No. 12/1967 disempurnakan lagi dengan UU No. 25/1992.
Melalui UU No. 25/1992 ada beberapa perubahan yang mendasar pada pengetian koperasi
dan berbagai aspek teknis pengelolaannya.
Sejarah koperasi di
Indonesia dapat dibagi menjadi 3 periode yakni :
Koperasi Zaman Kolonial Belanda
Di zaman ini
pembentukan koperasi diawali dari hasrat Raden Aria Wiriaatmaja, Patih
Purwokerto (1896) untuk mendirikan Hulp Spaarbank yang berarti bank simpanan.
Pendirian ini tidak terlepas dari peran dari salah satu pejabat tinggi Belanda
yang bernama E. Sieburgh. Namun pada awal pendiriannya, bank itu hanya
ditujukan untuk kaum Priyayi atau Pegawai Pemerintahan yang digunakan untuk
membentengi mereka dari Lintah Darat (renternir) yang banyak menyulitkan dan
meresahkan. Setelah sitem ini dibentuk dan membuahkan hasil pada akhirnya
tujuan pendirian bank simpanan ini semakin diperlebar agar bisa menyentuh kehidupan
rakyat pribumi yang memang tidak memiliki banyak pembela dalam bidang
ekonomi. Sejarah juga mengatakan bahwa pengembangan bank yang berwatak
dasar koperasi ini tidak lepas dari peran pejabat tinggi Belanda De Wolff Van
Westerrode yang pada saat itu menggantikan jabatan dari E. Sieburgh.
Koperasi Zaman Penjajahan Jepang
Berbeda dengan masa
kolonial Belanda perkembangan koperasi di zaman Jepang memang jauh dari kata
maksimal. Legalitas pendirian koperasi di masa itu harus datang dari
pemerintahan yang diwakili oleh seorang pejabat dengan pangkat
serendah-rendahnya seorang Suchokan atau Residen. Hal ini membuat koperasi
sedikit banyak tidak bisa berkembang karena Jepang menghapus seluruh peraturan
yang selama ini sudah diberlakukan oleh pemerintah Belanda untuk kehidupan
koperasi. Sebagai alternatif maka Jepang mendirikan Kumiai atau koperasi ala
Jepang. Rangsangan ini tersambut baik hingga ke desa sebab tugas Kumiai adalah
sebagai alat penyalur kebutuhan rakyat, namun kenyataannya malah sebaliknya malah
menjadikan Kumiai sebagai penyedot potensi rakyat. Ini membuat atensi koperasi
dikalangan rakyat menurun dan membuat masa-masa berikutnya sebagai masa sulit
bagi koperasi.
Perkembangan Koperasi Setelah Kemerdekaan
Perjuangan
Kemerdekaan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia berujung pada saat di
proklamasikannya Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan
secara politis ini membawa dampak positif di segala bidang kehidupan bangsa
Indonesia, termasuk kehidupan perkoperasiaan. Bahkan sejak diberlakukannya
Undang-Undang Dasar Negara yang dikenal dengan nama UUD 1945 pada tanggal 18
Agustus 1945, maka peranan perkoperasian di Indonesia sangatlah diutamakan.
Keinginan dan semangat untuk berkoperasi yang semula hancur akibat politik
Devide et Impera (Pecah Belah) pada masa kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh sistem
“Kumiai” pada zaman penjajahan Jepang, lambat laun kembali hangat. Hal ini
sejalan dengan semangatnya rakyat dan pemerintah untuk saling bahu-membahu
mengatasi permasalahan-permasalahan disemua sektor kehidupan, trmasuk peranan
koperasi di sektor ekonomi. Dan mengenai peranan koperasi ini di tuangkan
secara jelas didalam pasal 33 UUD 1945 yang pada dasarnya menetapkan koperasi
sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pada bulan Desember
1946 Pemerintah Republik Indonesia melakukan reorganisasi terhadap Jawatan
Koperasi dan Perdagangan. Jawatan yang disebut pertama bertugas mengurus dan
menangani pembinaan gerakan koperasi dan jawatan yang terakhir bertugas
menangani persoalan perdagangan. Kongres Koperasi pertama, terlaksana
pada tanggal 11-14 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dan menghasilkan
beberapa keputusan antara lain:
a.Terwujudnya kesepakatan
untuk mendirikan SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia)
b.Ditetapkannya asas
koperasi, yaitu: berdasarkan atas kekeluargaan dan gotong royong
c.Ditetapkannya tanggal 12
Juli sebagai “Hari Koperasi Indonesia”
d. Diperluasnya pengertian
dan pendidikan tentang perkoperasian Dan setelah berlangsungnya kongres
koperasi pertama, perkembngan koperasi di Indonesia berkembang dengan sangat
pesat sampai sekarang. Bahkan koperasi dijadikan sebagai alat untuk membantu
dalam perkembangan Perekonomian di Indonesia
BAB III
PENUTUP
Gerakan Koperasi di dunia, di mulai pada pertengahan abad 18 dan awal
abad 19 di Inggris. Lembaga ini sering disebut dengan “KOPERASI PRAINDUSTRI”.
Dari sejarah perkembangannya, dimulai dari munculnya revolusi industri di
Inggris tahun 1770 yang menggantikan tenaga manusia dengan mesin-mesin industri
yang berdampak pada semakin besarnya pengangguran hingga revolusi Perancis
tahun 1789 yang awalnya ingin menumbangkan kekuasaan raja yang feodalistik,
ternyata memunculkan hegemoni baru oleh kaum kapitalis. Semboyan Liberte-Egalite-Fraternite
(kebebasan-persamaan-kebersamaan) yang semasa revolusi didengung-dengungkan
untuk mengobarkan semangat perjuang rakyat berubah tanpa sedikitpun memberi
dampak perubahan pada kondisi ekonomi rakyat. Manfaat Liberte (kebebasan) hanya
menjadi milik mereka yang memiliki kapital untuk mengejar keuntungan
sebesar-besarnya. Semangat Egalite dan Fraternite (persamaan dan persaudaraan)
hanya menjadi milik lapisan masyarakat dengan strata sosial tinggi (pemilik
modal kapitalis).
Pada masa penjajahan di berlakukan “ culturstelsel” yang mengakibatkan
penderitaan bagi rakyat, terutama para petani dan golongan bawah. Peristiwa tersebut
menimbulkan gagasan dari seorang Patih Purwokerto: Raden Ario Wiriaatmadja
(1895) untuk membantu mengatasi kemelaratan rakyat. Kegiatannya diawali dengan
menolong pegawai dan orang kecil dengan mendirikan : “ Hulpen Spaaren Laudbouwcredeet”,
didirikan juga rumah-rumah gadai, lumbang desa, dan bank-bang desa.
DAFTAR PUSTAKA
Partomo Tiktik Sartika. Ekonomi Koperasi, Jakarta: Ghalia
Indonesia: 2009
Rahayuningsih Eni Sri. Pengembangan Koperasi Wanita, Jawa
Timur: Universitas Negeri Malang: 2012
http://www.koperasipengayoman.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar